Oleh:
L.Rosalita Cory ( KH/5677), Anisa Yulistia Putri (KH/5759), Azza Ayu Akrima (KH/5761), Kheni Ashani (KH/5763), Amalia Krishna Dewi (KH/5774)
Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah penyakit paru mulai dari akut sampai subakut bahkan seringkali fatal, penyakit ini muncul sebagai infeksi oportunistik (IO). Infeksi oportunistik ini paling umum terjadi pada manusia dan hewan yang mengidap HIV-positif yang berkaitan dengan pemakaian immunosupresan dan penyakit sistem imunitas. PCP menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua penyakit PCP dapat dicegah dan diobati.
PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh. Jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci. Pneumocystis jiroveci dianggap sebagai protozoa; peneltian yang dilakukan kemudian menunjukkan bahwa susunan DNA organisme tersebut mendekati kepada jamur.
Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru, menyebabkan bentuk pneumonia (radang paru). Sebagian besar yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit PCP lagi. Tanda pertama PCP adalah sesak napas, dan batuk tanpa dahak dyspnea yang progresif, tachypnea dan cyanosis, demam mungkin tidak muncul.
Tanda-tanda auskultasi selain ronchi, gejala lain biasanya minimal bahkan tidak ada. Pada foto toraks secara khas menunjukkan adanya infiltrat interstitial bilateral. Pada pemeriksaan postmortem didapati paru-paru yang berat tanpa udara, septum alveoler yang menebal dan pada ruang alveoler didapati material seperti busa yang berisi parasit.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya agen penyebab dalam material yang berasal dari sikatan bronchial, biopsi paru terbuka dan aspirasi paru atau dari preparat apus lendir tracheobronchial. Otganisme yang diidentifikasi dengan pengecatan methenamine-silver, toluidine blue O, Gram-Weigert, cresyl-echt-violet atau metoda pewarnaan IFA. Sampai saat ini tidak ada metoda kultur pada media atau tes serologis yang memuaskan untuk dipakai secara rutin. Sistem kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini
Pengobatan
Obat yang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon.
· Kotrimoksazol (TMP/SMX) adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMX).
· Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif kotrimoksazol melawan PCP.
· Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP aktif.
· Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau sedang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin.
Obat yang Paling Baik
Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari. Namun bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separuh yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai dengan dosis obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya hingga dosis penuh dapat ditahan. Mengurangi dosis dari satu pil sehari menjadi tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama berhasilnya. Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyebabnya dapat lebih mudah diketahui.
Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulizer, mesin yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara langsung ke dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit. anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai pentamidin aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang memakai pil antibiotik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar