13 Maret 2008

ASPERGILLOSIS: PATOGENESIS DAN PATOGENESITAS

ASPERGILLOSIS:
PATOGENESIS DAN PATOGENESITAS

Oleh

SRI KASMIATI (EKH/0269), KALIANG RIHIMBANI (EKH/0314), RICHARDO C. A. RUMLUS (EKH/0315), PUTUT MANGGALA (EKH/0347), ISAK MEOSIDO (EKH/0481)

Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung-burung liar termasuk penguin dan mamalia yang sudah lama dikenal di beberapa negara. Jenis Aspergillus yang dianggap pathogen untuk hewan adalah Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, Aspergillus glaukus dan mungkin juga Aspergillus flavus dan Aspergillus candidus. Patogenesis dari Aspergillus sp., dipengaruhi oleh beberapa factor :

  • jumlah toksin dan jenis toksin yang dihasilkan,

  • organ yang terserang

  • daya tahan tubuh hewan

  • infeksi sekunder.

Toksin yang dihasilkan suatu spesies jamur seperti Aspergillus sp dikenal dengan istilah mycotoksin. Biasanya jamur-jamur tersebut tumbuh pada hasil-hasil pertanian yang tidak mendapat penanganan yang baik pada pasca panen. Untuk wilayah kita komoditi Jagung, gaplek serta dedak merupakan media yang baik untuk pertumbuhan jamur-jamur tersebut. Dan alangkah ironisnya kesemuanya itu merupakan bahan yang dipakai dalam pakan campuran konsentrat (Litbang Pertanian. 2001). Mycotoxin yang dihasilkan oleh species Aspergillus yaitu CPA, Aflatoxin B1, B2, G1, G2 , dan Ochratoxin A. (Devegowda dalam Diaz, 2005).

Saat ini, beberapa mycotoxin yang sudah teridentifikasi di Indonesia yaitu AFB1, ZEN, DON dan CPA (Litbang Pertanian, 2001) dan dipertegas oleh Devegowda (2005) bahwa hampir 81% sample dari feedmill yang ada terkontaminasi oleh CPA. Keberadaan CPA ini merupakan ancaman bagi saluran pencernaan unggas (Devegowda dalam Diaz, 2005).

Faktor-faktor pendukung timbulnya asperegilosis adalah keadaan kandang dengan ventialsi yang kurang memadahi, kandang berdebu, kandang dengan kelembaban tinggi dan temperature relative tinggi (>25OC), kadar ammonia tinggi, liter basah dan lembab, pakan lembab dan berjamur, penyakit imunosupresif, pencemaran pada inkubator dan temperatur pemanas yang rendah pada saat pemeliharaan DOC. (Tabbu. 2000)

Patogenesis dan Patogenesitas pada unggas

Di Indonesia kejadian-kejadian penyakit tersebut sering terlihat pada ayam, itik dan angsa bersifat menahun. Aspergillosis pada unggas merupakan penyakit pernafasan yang bersifat berat dan juga dapat menimbulkan lesi pada organ lain seperti hati, otak dan mata. Penyakit ini disebut juga brooder pneumonia, micotik pneumonia dan fungal pneumonia. Penyakit ini dapat bersifat akut dan kronis. Sifat akut biasa terjadi pada ayam yang masih muda dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sedangkan yang bersifat kronis biasa ditemukan pada ayam dewasa tetapi morbiditas dan mortalitasnya rendah. Aspergillus sp dapat masuk kedalam tubuh unggas dan menyebabkan aspergillosis melalui :

  • Inhalasi spora

  • Pakan yang terkontaminasi

  • Telur yang mengandung spora

Penyakit ini dapat ditemukan dalam beberapa bentuk yakni :

  • Bentuk pulmonun, ditemukan pada burung puyuh, kalkun, ayam dan berbagai jenis burung liar atau peliharaan tertama penguin

  • Bentuk sistemik, ditemukan pada kalkun dan ayam

  • Bentuk kulit jarang muncul dan dapat ditemukan pada ayam dan burung merpati yang ditandai dengan adanya dermatitis granulomatosa.

  • Bentuk tulang (osteomikosis), ditemukan pada ayam yang ditandai adanya infeksi Aspergillus sp pada tulang punggung dan dapat mengakibatkan terjadinya paralisis, merupakan perluasan infeksi dari pulmo yang menyebar melalui sirkulasi darah.

  • Bentuk mata, ditemukan pada ayam dan kalkun yang bersiaft unilateral dan lesi pada konjugtiva dan permukaan luar mata yaitu adanya pembentukan eksudat kaseus (plaque) dibawah membrane nictitans, keratitis radang (kornea) dan infeksi pada bagian superficial mata.

  • Bentuk encephalitik, ditemukan pada ayam, kalkun dan itik. Adanya lesi oleh hyphae dari Aspergillus sp, gangguan syaraf pusat atau lesi pada otak.

Spora yang masuk kedalam tubuh unggas, terbawa aliran darah sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ. Setiap mycotoxin mempunyai efek negatif pada target organ yang berbeda-beda, misalnya Aflatoxin menyebabkan kerusakan pada hati sedangkan Ochratoxin A menyebabkan kerusakan pada ginjal ternak. Secara umum serangan mycotoxin pada ternak unggas mengakibatkan :

  • Terjadi immunosuppresion (dikarenakan ada kelainan tymus dan bursa fabricus sebagai pabrik antibody)

  • Penurunan Feed Intake

  • Produksi telur akan terganggu serta turunnya hatchability

  • Pertumbuhan bobot badan (PBB) yang rendah

  • FCR tinggi

  • Penurunan pigmentasi kulit

  • Terjadi kelainan organ dalam seperti gizzard, hati dan ginjal.

  • Peningkatan mortality

Menurut BASF, 1998 diantara beberapa akibat diatas, ada satu yang benar-benar harus dicermati yaitu terjadinya imunosuppression. Apabila ini telah terjadi maka dapat diprediksikan bahwa di farm tersebut akan terjadi invasi dari virus/bakteri pathogenic. Dengan terjadinya penurunan daya tahan tubuh (immune), maka ternak tersebut akan lebih mudah terinfeksi virus/bakteri yang gejalanya lebih jelas daripada faktor primernya (mycotoxin)

Masing-masing ternak mempunyai daya tahan yang berbeda-beda terhadap kontaminasi mycotoxin dalam pakan. Dengan kata lain apabila kandungan mycotoxin didalam pakan masih dalam batas ambang aman, maka ternak tersebut masih bisa bertahan, tidak mengalami kematian hanya terganggu proses-proses metabolismenya dan apabila kandungan mycotoxin telah melebihi batas ambang aman maka ternak tersebut mulai menampakkan gejala-gejala mycotoxicosis tersebut diatas.

Menurut BASF, 1998 menyebutkan bahwa ayam broiler mampu mentoleransi aflatoxin sebesar 0.010 ppm (10 ppb) sedangkan ayam layer mampu sampai dengan 0.02 ppm (20 ppb). Dan menurut Romindo, 2004, untuk semua unggas muda masih bisa bertahan terhadap kontaminasi Aflatoxin sampai dengan 0.05 ppm (50 ppb), untuk unggas dewasa sampai dengan 0.10 ppm (100 ppb) (Devegowda dalam Diaz, 2005).


Patogenesis dan Patogenesitas pada hewan lain

Pada kuda, sapi dan babi Aspergillus sp. terinhalasi, dapat menyebabkan aspergillosis yang bersifat pneumomikosis. Aspergillus sp yang berada dan terbawa dalam aliran darah dapat menyerang otak dan selaput-selaputnya. Aspergillus sp. Juga menyebabkan abortus bila menyerang selaput janin.


Patogenesis dan Patogenesitas pada manusia

Pada manusia dikenal tiga bentuk yaitu pneumomikosis, meninggo- enchepalitis dan opthalmitis. Kejadian pada manusia, aspergilosis bronkopulmonum alergika (allergic bron-chopulmonary aspergillosis = ABPA) ialah penyakit kronis saluran pernafasan, yang terjadi pada penderita asma atopi akibat kolonisasi jamur Aspergillus spp’’. Kasus pertama ABPA didiagnosis di Inggris pada tahun 1952 dan kasus pertama di Amerika Serikat ditemukan pada tahun 1968. Di Medan (Indonesia) kasus tersangka ABPA pernah pula dilaporkan pada tahun 1987.

ABPA diawali oleh salah satu sebab, yaitu terperangkapnya miselia Aspergillus spp dalam plug 4atho penderita asma atau kolonisasi Aspergillus spp pada saluran pemafasan (bronchial tree) penderita asma. Material 4athogene dari Aspergillus spp tersebut merangsang produksi 4athogen IgE, IgG, IgA dan mensensitisasi limfosit. Asma 4athogene pada sebagian ABPA melibatkan degranulasi sel mast dan melepaskan IgE yang mengakibatkan peningkatan resistensi jalan udara. Terjadinya bronkiektasis yang dikaitkan dengan kelainan ini diduga akibat pembentukan ‘kompleks-imun di dalam jalan udara proksimal. Reaksi tanggap-kebal (immune-response) ini dapat dilihat pada individu-individu yang terpapar antigen. Berdasarkan studi imunofluorensi terhadap 4athog kulit dari penderita tersebut diatas ternyata menunjukkan deposisi IgG, IgM, IgA dan komplemen. Pada beberapa penderita telah dibuktikan pula bahwa penyakit saluran pernafasan tersebut disebabkan oleh hipersensitivitas lambat (delayed hypersensitivity). Jadi 4athogenesis ABPA ini tergantung pada reaksi imunologik tipe I dan III dan mungkin pula tipe IV.

Daftar Pustaka

Annonimous, 1981. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Dirjen Peternakan. Departemen Pertanian RI. Jakarta

Annonimous, 2008. Aspergillosis. www. Litbang Pertanian. Departemen Pertanian RI. Jakarta

Anwar R. and M. Mochtar Tarigan, 1991. Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis Mycology, Immunology, and Clinical Aspects. Laboratory of Microbiology, Faculty of Medicine, Islamic University of North Sumatra, Medan. Laboratory of Pulmonology, Faculty of Medicine, Islamic Universigy of North Sumatra/PTP IX Hospital, Medan.

Ressang A. A., 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi 2. Team Leader IFAD Project : Bali Cattle Disease Investigation Unit, Denpasar, Bali

Tabbu C. R., 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisius. Yogyakarta.

Diaz, 2005. Aspergillosis. www.jogja vet.com

3 komentar:

irene linda megawati S. (kh/5647) mengatakan...

sudah bagus...
tapi mungkin akan lebih menarik kalau diberi gambar mengenai bentuk aspergilus sendiri dan penyakitnya.....tengkyu

Anonim mengatakan...

fajar budi lestari
KH/5639

boleh donk saya tanya....

saya pernah baca suatu referensi..
dsitu disebutkan bahwa Aspergilus fumigatus lebih cepat tumbuh daripada Aspergilus flavus...
apakah kecepatan tumbuh ini mempengaruhi patogenesis dan patogenesitas Aspergilus??

trima kasih atas jawabannya.. =)

dee mengatakan...

saya mau tanya...
bagaimana morfologi aspergillus, terutama aspergillus flavus pada media pertumbuhan jika pengamatan tidak menggunakan mikroskop (dan gambarnya).
please dijawab ya!!
makasih